Pent.Dri Waluyo,Pdt.T.Leleuly,SmTh,SH,Pdt.DR.M.Felubun,Pdt.V.Jelira,STh,
Pdt.St.Wedjeri,Bpk.N.Teurupun
Affirmative Action
Sidang yang dibuka oleh Asisten II Bidang Aparatur Prov.Papua,Drs.Hendrik Pagayak Kaisiepo, dihadiri oleh Ketua Umum Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) Pdt.DR.Andereas.A.Yewangoe, Ketua Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia (GPI) Pdt.DR.Samuel B.Hakh, Dirjen Bimas Kristen Prot.Dep.Agama RI DR.Yason Lased dan sejumlah pejabat teras kab.Mimika.
Dalam sambutan pembukaan Ketua Umum PGI dengan lugas menekankan bahwa ada dua isu kritis yang dihadapi gereja gereja di Tanah Papua saat ini yakni persoalan kemiskinan yang telah menjadi akar dari permasalahan mendasar di Papua, serta HIV dan AIDS, di mana Papua merupakan daerah penularan HIV dan AIDS tertinggi di Indonesia.
Beliau memberi tekanan pada persoalan kemiskinan yang sering dimanfaatkan oleh sejumlah elit untuk memperoleh kedudukan. Bahwa politisasi kemiskinan rakyat tidak boleh terjadi. Menghadapi cepatnya penyebaran HIV dan AIDS perlu tindakan afirmasi yang tepat dan menyeluruh. GPI Papua adalah salah satu gereja yang telah menunjukan kepeduliannya terhadap bahaya HIV dan AIDS dengan mengembangkan program baik secara struktural maupun pengembangan program berbasis jemaat lokal.
Melalui persidangan komisi khususnya yang membahas tentang program terlihat jelas sekali penerapan tema yang bermuara pada aksi transformatif pada program Pelayanan Kategorial hasil Mupel, Bidang Iman Ajaran dan Ibadah, Bidang Kerumah Tanggaan, Bidang Ekonomi-Keuangan –Pembangunan (EKUBANG),Bidang LITBANG, serta satu bidang affirmative unggulan yakni Gereja dan Masyarakat antara lain meliputi
Keterlibatan Gereja dalam Hukum dan Hak Azasi Manusia dengan muatan program advokasi Hukum dan HAM, pengembangan Pusat Pendampingan Hukum dan HAM (LBH), Sosialisasi produk Hukum yang ada kaitan langsung dengan kehidupan berjemaat dan bermasyarakat seperti UU PKDRT,UU Perlindungan Anak,UU OTSUS Papua,Hak Ulayat, produk hukum lainnya; Sosialisasi kesetaraan dan keadilan jender serta pemantauan pengrusakan lingkungan di wilayah pelayanan GPI Papua.
Kesehatan Masyarakat dan HIV-AIDS: Khususnya program HIV dan AIDS sudah berjalan baik secara struktural maupun fungsional dimana GPI Papua dalam kerja sama dengan FHI telah mengembangkan program yang sangat baik. Bahkan telah menjadi contoh bagi KPAD untuk penanggulangan HIV dan AIDS dengan pendekatan struktural. Untuk itu maka GPI Papua dan beberapa gereja di Indonesia telah menerima Piagam Penghargaan pada Hari AIDS 1 Desember 2007 yang digagas PGIW DKI,Komite HIV dan AIDS PGI serta lembaga-lembaga Kristen nasional lainnya.
Pembinaan dan Pendidikan :Pembenahan status dan managerial sekolah YPK dan pengembangan pendidikan pre-sekolah pada jemaat-jemaat lokal, khususnya jemaat terpencil.
Pembangunan ekonomi Jemaat pedesaan dengan pilot project di klasis Teluk Etna untuk perikanan, Teluk Arguni untuk Pala dan Fak-Fak untuk perikanan dan rempah-rempah.
Pengembangan Oikumenis yang transfomatif :Antar denominasi dan antar agama untuk membangun perdamaian di Papua.
Gereja Milik Masyarakat di Tanah Papua
Pemilihan Badan Pengurus Sinode GPI Papua tidak terlepas dari isu putra dan putri asli daerah yang harus mendapat prioritas.Hal ini merupakan refleksi dari semangat UU no.21 OTSUS Papua yang memang menekankan proteksi dan keperpihakan terhadap penduduk asli Papua pada semua level kehidupan. Dalam diskusi yang cukup panas akhirnya sama-sama memutuskan untuk memprioritaskan upaya non-diskriminasi baik etnik maupun jender dalam kepengurusan yang baru sesuai dengan semangat alkitabiah tanpa melupakan semangat OTSUS Papua. Melalui pemilihan yang demokratis dan dinamis akhirnya putra dan putri asli Papua mendapat tempat yang layak yakni posisi Ketua Umum,dan Ketua I serta posisi Badan Pertimbangan. GPI Papua yang sebagian besar jemaat tersebar di daerah Papua bagian Selatan serta di daerah sekitar kepala burung merupakan gereja terkuat di selatan Papua yang melayani jemaat di daerah-daerah terpencil, berhadapan dengan tingkat kesulitan geografis juga beragamnya budaya Papua. Gereja yang menjadi Gereja Bagian Mandiri dari gereja saudaranya Gereja Protestan Maluku (GPM) ini perlahan-lahan mengubah citra dari gereja para pendatang menjadi gereja milik masyarakat di tanah Papua. Hal ini ditandai dengan pengalihan beberapa aset penting dari GPM ke GPI Papua secara hukum dan juga dalam mempersiapkan SDM yang terdiri dari putra dan putri asli Papua untuk duduk sebagai Pejabat Gereja atau pemegang kebijakan dan keputusan gerejawi. Dalam persidangan ini Perempuan asli Papua terpilih sebagai perempuan kedua (setelah GKI Tanah Papua) menduduki posisi tertinggi Badan Pengurus Sinode yakni posisi pengambilan keputusan: Ketua I (profile tersendiri).
Report by:Emmy Sahertian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar