Tanggal 1 Desember 2007 adalah Hari AIDS se-dunia. Hari di mana semua orang diingatkan tentang ancaman HIV dan AIDS terhadap kehidupan manusia, bahkan telah menghancurkan tatanan kehidupan sebagian besar penduduk dunia saat ini.
HIV dan AIDS kini memasuki gelombang yang cukup bergolak di Indonesia seiring dengan gelombang-gelombang krisis kehidupan masyarakat lainnya. Bila gelombang-gelombang krisis yang lain dapat muncul ke permukaan, maka HIV dan AIDS lebih bergolak di bawah permukaan krisis itu sendiri. Bagaikan siluman pembunuh yang tiba-tiba saja menerpa kehidupan seseorang bila ia tidak hati-hati dengan perilakunya serta tidak memahami dengan benar bagaimana cara penularan dan penceghannya. Indikatornya adalah bahwa jumlah kasus yang terlaporkan makin meningkat khususnya pada daerah-daerah yang terlaporkan, sementara daerah-daerah yang tidak terlaporkan luput dari penanganan komprehensif, kecuali menggelar program-program reaktif yang sifatnya ujicoba atau hanya berhenti pada program jangka pendek pencegahan saja. Data terakhir per September 2007 seluruh Indonesia menunjukan angka yang mulai besar 10384 kasus dengan daerah penularan tertinggi antara lain DKI Jakarta sekitar 4000 kasus lebih dan Papua terlaporkan terakhir 3377 per juni 2007 kasus
Terapi Anti Retrovirus
Terapi Anti Retroviral adalah upaya untuk menekan jumlah virus HIV dalam tubuh khususnya menahan pengembang biakan virus secara ketat melalui intervensi kombinasi beberapa tablet antiretrovirus. Terapi ini merupakan sebuah peluang bagi mereka yang jumlah sel pertahanan tubuhnya sebagian besar sudah digerogoti oleh HIV dan cenderung sudah masuk pada periode AIDS. Sebuah peluang hidup apabila terapi ini cocok bagi kondisi seseorang yang harus juga dibarengi dengan disiplin tinggi mengkonsumsi beberapa jenis tablet seumur hidup. Dengan demikian periode hidup dengan HIV tanpa gejala penyakit dapat diperpanjang dan mereka dapat hidup seperti orang biasa dengan mentaati sejumlah disiplin kesehatan termasuk di dalamnya kehidupan seksual dengan memakai pengaman atau kondom. Dari pengalaman pendampingan, banyak masyarakat yang telah hidup dengan HIV dan AIDS yang mendapat terapi ini akan hidup lama tanpa gejala penyakit meskipun virus itu tetap bercokol dalam tubuh dan risiko penularannya cukup tinggi. Itu berarti terapi Anti-Retrovirus perlu disertai dengan kesadaran untuk menjaga diri merka agar tidak menularkan atau ditularkan kembali oleh virus HIV ini.
Mereka yang hidup dengan HIV
Banyak masyarakat masih menganggap bahwa mereka yang hidup dengan HIV dan AIDS adalah manusia-manusia yang hidupnya tidak bermoral. Sehingga persoalan HIV dan AIDS dihubungkan dengan moral, dosa dan kutukan. Akibat ekstrim dari anggapan ini adalah berbagai cap negatif dan diskriminatif terjadi atas para perempuan pekerja sex, kaum transjender dan transseksual, dan kelompok marginal lainnya. Fakta mengungkapkan bahwa mereka yang hidup dengan HIV dan AIDS adalah masyarakat yang juga memiliki norma-norma kehidupan yang baik, terbanyak pada kelompok pasangan laki-laki dan perempuan yang dikatakan pasangan normal. Ada beberapa kelompok utama yang hidup dengan HIV dan AIDS: Kelompok yang mendapatkan virus HIV melalui hubungan kelamin yang tidak aman artinya yang berisiko penularan karena berganti pasangan seksual sehingga mengalami berbagai penyakit kelamin, kelompok yang mendapatkannya melalui pemakaian jarum suntik yang tidak steril atau bekas terpakai orang lain, teman atau pasangan yang telah hidup dengan HIV(terutama pemakai narkoba suntik), kelompok masyarakat lugu yang mendapatkannya dari pasangan mereka atau dari orang tua mereka (perempuan dan bayi), dan kelompok yang mendapatkannya melalui transfusi darah serta penanganan medik dan kosmetik yang tidak steril melalui alat tusuk dan alat potong yang terkontaminasi.
Kelompok tertular HIV ini berasal dari semua kalangan, karyawan, ibu rumah tangga dan anak balita, pegawai negeri, swasta, agamawan, militer, kepolisian, selebritis, olahraga, aktivis, mahasiswa, pelajar, wartawan, dan sebagainya. Melihat jumlah masyarakat yang sudah terpapar virus ini makin meningkat dan tidak dapat ditanggulangi secara tuntas maka tentunya jumlah masyarakat yang hidup dengan HIV seumur hidup makin meningkat dan meluas. Itu berarti hampir di semua bidang kehidupan sudah ada orang yang hidup dengan HIV dan AIDS. Suatu kenyataan yang tidak dapat terhindarkan. Pada umumnya mereka merupakan angkatan kerja baik di kantor, dalam pelayanan publik, pelayanan masyarakat secara umum, maupun pelayanan khusus seperti pelayanan keagamaan, dan mereka yang masih menempuh pendidikan. Beberapa tahun belakangan kelompok yang jumlahnya mulai meningkat adalah penularan berbasis keluarga artinya suami, istri dan anak bersama-sama sudah hidup dengan HIV.
Mensiasati Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS yg mempertimbangkan masalah sosial-kemanusiaan.
Kebijakan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS yang telah dikeluarkan oleh Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS Nasional antara lain bagaimana mendorong pelibatan institusi masyarakat kunci dalam mencegah dan menanggulangi pewabahan HIV seperti ketahanan keluarga, kelompok agama, kelompok pemberi kerja baik pemerintahan, swasta, pendidikan dan pegiat pelayanan jasa publik lainnya. Penanganan intensif pada kelompok yang paling berisiko seperti para pemakai narkoba suntik, para perempuan pekerja seks dan kelompok risiko lainnya. Sayangnya konsentrasi penyelesaian persoalan HIV dan AIDS masih bermuara pada masalah penanganan klinis sehingga masalah sosial kemanusiaan belum tersentuh secara komprehensif misalnya bagaimana menyelesaikan persoalan diskriminasi di tempat kerja, pemutusan hubungan kerja sepihak, akses dan kehilangan mata pencaharian karena dianggap tidak layak bekerja. Persoalan yang perlu diberantas adalah sikap stigma dan diskriminasi terhadap mereka yang hidup dengan HIV dan AIDS. Masih banyak yang mengalami pemecatan dari tempat kerja, pengucilan oleh keluarga dan masyarakat setempat bahkan dari komunitas keagamaannya, dan penolakan terhadap para pelamar pekerjaan yang dengan jujur mengaku bahwa mereka telah berstatus positif HIV. Hal yang sangat brutal adalah masih terjadi pembunuhan terhadap orang yang dicurigai hidup dengan HIV dan AIDS seperti pembakaran hingga meninggal di salah satu propinsi pada beberapa bulan lalu yang kasusnya ditutupi. Meskipun di lain pihak muncul harapan yang sangat positif yakni adanya keinginan beberapa perusahaan swasta besar di Indonesia untuk peduli namun dalam penerapan kepedulian itu bukan hanya persoalan alokasi dana tetapi juga diharapkan mereka berani mempelopori kebijakan yang tidak mePHKkan karyawan yang hidup dengan HIV, bahkan bersedia menerima karyawan dengan status positif HIV tetapi yang mempunyai kompotensi professional yang layak. Hal ini berkaitan erat dengan para siswa lulusan berbagai sekolah menengah dan perguruan tinggi yang sebagian sudah positiv HIV dan mencari pekerjaan, apakan mereka akan diterima di tempat kerja jika ternyata mereka sudah hidup dengan HIV? Mengingat hampir 85 % mereka yang hidup dengan HIV dan AIDS adalah para remaja dan angkatan kerja produktif. Hal lain yang perlu mendapat perhatian kita adalah hampir semua perusahaan asuransi khususnya asuransi jiwa dan kesehatan masih menolak mereka yang hidup dengan HIV dan AIDS.Kebijakan ini sangat menyakitkan, padahal antara status positiv HIV dan status negatif HIV kini tingkat produktifitas tidak berbeda. Mereka sama sama memiliki kemampuan untuk memelihara kehidupan tanpa gejala penyakit dalam waktu yang panjang dan juga banyak yang mampu membayar premi sesuai aturan yang berlaku. Dengan demikian berbagai kebijakan yang menempatkan orang yang hidup dengan HIV dan AIDS seolah-olah sudah di ambang kematian dan merupakan orang-orang yang tidak berguna lagi harus dihapuskan dan disiasati menjadi kebijakan yang mengembalikan hak kehidupan mereka sama dan layak seperti mereka yang negatif HIV. Melalui kebijakan-kebijakan itu masyarakat perlu dibiasakan untuk hidup berdampingan secara normal, diperlakukan sama dalam hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan warga masyarakat sambil membekali pengetahuan tentang HIV dan AIDS secara benar dan akurat. Dengan menembus batas status positif HIV dan negatif HIV, kita dapat memobilisasi kekuatan bersama untuk menanggulangi pewabahan virus HIV mematikan ini tanpa harus memangkas rasa kemanusiaan kita sebagai bangsa yang bermartabat dan beragama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar